PUDARNYA
PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM SEIRING BERKEMBANGNYA SISTEM EKONOMI
KONVENSIONAL PADA MASYARAKAT MUSLIM DI INDONESIA
Abstract
Secara
etimologi istilah ekonomi dari bahasa Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata
“oikos” berarti rumah tangga dan “nomos” yang berarti aturan. Kata “oikonomia”
mengandung arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu
rumah tangga. Ekonomi Islam mengacu pada kepentingan dunia dan akhirat
sedangkan ekonomi Konvensional hanya mengacu pada kepentingan duniawi. Di
tengah ekonomi global seperti sekarang, kontribusi cendekiawan-cendekiawan
muslim terhadap pemikiran ekonomi hampir di lupakan, yang nampak hanya lah
pemikiran cendekiawan barat yang sebenarnya masih sangat baru. Thomas Kuhn
mengatakan: Masing-masing sistem memiliki paradigma, maka inti paradigma
ekonomi Islam sudah tentu bersumber dari Al Qur’an dan As Sunna
Pendahuluan
Sebagai peta
kehidupan manusia, konsep ekonomi Islam sudah ada semenjak kehadiran agama
Islam di atas bumi ini. Al Quran dan Al Hadits kaya akan hukum-hukum dan
pengarahan kebijakan ekonomi yang harus diambil dan disesuaikan dengan
perkembangan zaman serta perbedaan kawasan regional (Said, 2007: 21).
Ekonomi
Islam sesungguhnya secara inheren merupakan konsekuensi logis dari kesempurnaan
Islam itu sendiri. Islam haruslah di peluk secara kafah dan komprehensif oleh
umatnya. Islam menuntut kepada umatnya untuk mewujudkan keislamannya dalam
seluruh aspek kehidupannya. Sangatlah tidak masuk akal, seorang muslim yang
menjalankan sholat lima waktu, lalu dalam kesempatan lain ia juga melakukan
transaksi keuangan yang menyimpang dari ajaran Islam (Mustafa, 2007: 2).
Tulisan ini
berangkat dari fenomena menjamurnya sistem ekonomi barat atau konvensional yang
di dalamnya jauh dari kaidah-kaidah Islam, padahal kita ketahui penduduk Muslim
terbanyak di dunia adalah Indonesia yang seharusnya dalam segala aspek
kehidupannya termasuk aspek ekonomi harus berdasarkan kaidah Al Quran dan Al
Hadits.
Pengertian
Ekonomi
Ekonomi
adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya
manusia secara perorangan atau pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa,
organisasi, negara dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan
pada sumber daya pemuas yang terbatas. Secara etimologi istilah ekonomi dari
bahasa Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata “oikos” berarti
rumah tangga dan “nomos” yang berarti aturan. Kata “oikonomia” mengandung
arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu rumah tangga.
Dalam bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata اقتصد “Iqtishad” yang
artinya umat yang pertengahan, atau bisa juga menggunakan rezeki atau sumber
daya yang ada di sekitar kita (Ismail, 2009: 1).
Menurut Dr.
Muhammad Abdullah al-‘Arabi, ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar
umum ekonomi yang kita simpulkan dari al-Qur,an dan as-Sunah, dan merupakan
bagian perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut
sesuai tiap lingkungan dan masa. (Mardani, 2011: 1). Ia terangkan bahwa ekonomi
Islam terdiri dari dua bagian: salah satu tetap, sedang yang lain dapat
berubah-ubah.
Yang
pertama adalah yang diistilahkan dengan “sekumpulan
dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al Quran dan As-Sunah”, yang ada
hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi, semisal firman Allah Taala:
الذ ي خلق
لكم ما فى الارض جميعا هو
“Dia lah
Allah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untukmu” (Al
Baqarah: 29).
Ayat ini
meletakkan prinsip ekonomi yang paling penting, memutuskan bahwa segala cara usaha
asalnya adalah boleh.
و ا حل ىلله
البيع و حر م الربا
“Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba”(Al Baqarah: 275).
Ayat ini
meletakkan fungsi umum, yaitu dihalalkannya berjual beli dan diharamkannya
riba.
Dan firman-Nya
كى لا يكون
دولة بين الاغنياءمنكم. . . .
“. . .Supaya harta itu jangan hanya
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu sekalian” (Al-Hasyr:
7)
Firman ini
meletakkan kaidah umum, dengan memutuskan pemimpin harus dapat mengembalikan
distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada keseimbangan di antara
mereka yang dipimpinnya.
Ciri asas
prinsip-prinsip umum adalah bahwa prinsip-prinsip ini tidak berubah ataupun
berganti serta cocok untuk setiap saat dan tempat, tanpa peduli dengan tingkat
kemajuan ekonomi dalam masyarakat.
Yang
kedua adalah “Bangunan perekonomian yang kita dirikan di
atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa”.
Dengan kata
tersebut di atas ia maksudkan cara-cara penyesuain atau penyelesaian masalah ekonomi
yang dapat dicapai oleh para ahli dalam Negara Islam, sesuai dan sebagai
pelaksanaan dari prinsip-prinsip yang lalu itu. Seperti keterangan tentang riba
yang diharamkan, batas harta yang cukup hubungannya dengan zakat dan
sebagainya.
Perbedaan
Dasar Sistem Ekonomi Islam Dan Konvensional
Perbedaan
dasar antara ekonomi Islam dan Konvensional boleh dilihat dari beberapa sudut
yaitu:
1 Sumber
(Epistemology)
Sebagai
sebuah addin yang syumul, sumbernya berasaskan
kepada sumber yang mutlak yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Kedudukan sumber yang
mutlak ini menjadikan Islam itu sebagai suatu agama (addin) yang
istimewa dibanding dengan agama-agama ciptaan lain. Al Qur’an dan As Sunnah ini
menyuruh kita mempraktikkkan ajaran wahyu tersebut dalam semua aspek kehidupan
termasuk soal muamalah. Perkara-perkara muamalah dijelaskan di dalam wahyu yang
melipiti suruhan dan larangan.
Suruhan
seperti makan dan minum menjelaskan tentang tuntutan keperluan asasi manusia.
Penjelasan Allah SWT tentang kejadian-Nya untuk dimanfaatkan oleh manusia (QS.
Yasin ayat 34-35, 72-73) (QS. an-Nahl ayat 5-8, 14, 80) menunjukkan bahwa alam
ini disediakan begitu untuk manusia sebagai khalifah Allah SWT (QS. al-Baqarah
ayat 30).
Larangan-larangan
Allah seperti riba (QS al-Baqarah ayat 275) perniagaan babi, arak, dan
lain-lain karena perkara-perkara tersebut mencerobohi fungsi manusia sebagai
khalifah tadi. Kesemuanya itu menjurus kepada suatu tujuan yaitu pembangunan
seimbang rohani dan jasmani berasaskan tauhid.
Sedangkan
ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu. Oleh karena itu,
ia lahir dari pemikiran manusia yang bisa berubah berdasarkan waktu atau masa
sehingga diperlukan maklumat yang baru. Kalau ada ketikanya diambil dari wahyu
tetapi akal memprosesnya mengikuti selera manusia sendiri karena tujuannya
mendapat pengiktirafan manusia bukan mengambil pengiktirafan Allah SWT. Itu
bedanya antara sumber wahyu dengan sumber akal manusia atau juga dikenal
sebagai falsafah yang lepas bebas dari ikatan wahyu.
2 Tujuan
Kehidupan
Tujuan
ekonomi Islam membawa pada konsep al-falah (kejayaan) di dunia
dan di akhirat, sedangkan ekonomi sekuler untuk kepuasan di dunia saja. Para
pakar ekonomi konvensional mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang
timbul tanpa ada pertimbangan-pertimbangan mengenai soal ketuhanan dan
keakhiratan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan manusia di dunia saja.
3 Konsep
Harta Sebagai Wasilah
Di dalam
Islam harta bukanlah sebagai tujuan hidup tetapi sekedar wasilah atau perantara
bagi mewujudkan perintah Allah SWT. Tujuan hidup yang sebenarnya adalah seperti
firman Allah SWT. QS Al-An’am ayat 162:
قل ان صلا تي
و نسكي و محماي ومماتي لله رب العا لمين
“Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah, Tuhan
semesta alam”.
Merealisasikan perintah Allah SWT yang sebenarnya ini
akan membawa kepada ketenangan hidup yang hakiki. Setiap Muslim percaya bahwa
Allah SWT merupakan Pencipta yang memberikan ketenangan hakiki. Maka dari itu
harta bukanlah tujuan utama kehidupan tetapi sebagai jalan mencapai nikmat di
dunia hingga ke alam akhirat.
Ini berbeda
dengan ekonomi konvensional yang meletakkan keduniaan sebagai tujuan yang tidak
ada kaitannya dengan Tuhan dan akhirat sama sekali. Ini sudah tentu berlawanan
dengan Islam. Mereka membentuk sistem yang mengikuti selera nafsu mereka guna
memuaskan kehendak materiil mereka semata. Oleh karena itu sistem konvensional
memiliki tujuan keuntungan tanpa mempedulikan nilai wahyu, maka mereka
mementingkan kepentingan individu atau kepentingan golongan-golongan tertentu
serta menindas golongan atau individu yang lemah dan berprinsip siapa kuat
dialah yang berkuasa (survival at the fittest) (Mustafa, 2007:
8-10).
Mudanya Ilmu
Ekonomi
Ilmu
ekonomi, di negara-negara Barat, merupakan ilmu yang relatif masih muda
timbunya. Hal itu karena ia baru mulai dipelajari orang-orang sejak akhir abad
ke delapan belas. Sejak saat itu Eropa mulai melewati perkembangan yang dalam
di segi-segi soasial, politik dan ekonomi. Dan itu semua merupakan kesan dari
masing-masing revolusi Perancis dan revolusi Industri (Abu dan Anshori, 1980:
5-13).
Kontribusi
kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan
pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah
diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat hampir tidak
pernah menyebutkan peranan kaum Muslimin ini. Menurut Chapra, meskipun sebagian
kesalahan terletak di tangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara
memadai kontribusi kaum Muslimin, namun Barat memiliki andil dalam hal ini,
karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain
bagi kemajuan pengetahuan manusia.
Para
sejarawan Barat telah menulis sejarah ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa
periode antara Yunani dan Skolastik adalah steril dan tidak produktif. Sebagai
contoh, sejarawan sekaligus ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, sama sekali
mengabaikan peranan kaum Muslimin. Ia memulai penulisan sejarah ekonominya dari
para filosof Yunani dan langsung melakukan loncatan jauh selama 500 tahun,
dikenal sebagai The Great Gap, ke zaman St. Thomas Aquinas
(1225-1274M).
Adalah hal
yang sangat sulit untuk dipahami mengapa para ilmuwan Barat tidak menyadari
bahwa sejarah pengetahuan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, yang
dibangun di atas fondasi yang di letakkan para ilmuwan generasi sebelumnya.
Jika proses evolusi ini disadari dengan sepenuhnya, menurut Chapra, Schumpeter
mungkin tidak mengasumsikan adanya kesenjangan yang besar selama 500 tahun ,
tetapi mencoba menemukan fondasi di atas mana para ilmuwan Skolastik dan Barat
mendirikan bagunan intelektual mereka.
Sebaliknya,
meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, kaum Muslimin tidak lupa
mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Hal
ini sekaligus mengindikasikan inklusivitas para cendekiawan Muslim masa lalu
terhadap berbagai ide pemikiran dunia luar selama tidak bertentangan dengan
ajaran Islam.
Sejalan
dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang
teguh pada Al-quran dan hadits nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada
hakikatnya merupakan respon para cendekiawan Muslim terhadap berbagai tantangan
ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi
Islam seusia Islam itu sendiri.
Berbagai
praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah Saw
dan al-khulafa ar-Rasyidin merupakan contoh empiris yang
dijadikan pijakan bagi para cendekiawan Muslim dalam melahirkan teori-teori
ekonominya. Satu hal yang jelas, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan
kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan kebebasan , yang tidak lain
merupakan objek utama yang menginspirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa
awal (Adiwarman, 2006: 8-10).
Konstribusi Ilmuwan
dalam Ekonomi Islam
Schumpeter
(1954) menulis sebuah buku yang berjudul History of Economic
Analysis seperti yang dikutip oleh Muhammad Imaduddin. Buku tersebut
memuat pondasi dan pemikiran dasar ilmu ekonomi dan perkembangannya. Dalam
bukunya tersebut, ia menjelaskan sejarah perkembangan ekonomi yang terjadi di
dunia. Hal yang menarik adalah setelah akhir masa keemasan Graceo Roma di abad
ke-8 masehi, sangat sedikit ditemukan pemikiran dan teori ekonomi yang
signifikan dihasilkan oleh ilmuwan, bahkan masa ini berjalan hingga abad ke-13
yang ditandai dengan masa St. Aquinas (1225-1274 M). Selama kurang lebih lima
abad tersebut, tidak begitu banyak teori dan karya ekonomi yang dihasilkan oleh
para pemikir di dunia barat. Schumpeter bahkan menyebutnya sebagai Great
Gap, atau terjadi jurang atau jarak yang besar di antara dunia Barat dan
dunia Timur.
Apabila
ditelliti lebih dalam mengenai hal dimaksud, maka ditemukan bahwa pada masa
kegelapan dunia barat terhadap dunia keilmuan, dan sains maka pada saat itu
pengaruh gereja sangat kental terasa, yaitu mereka membatasi para ahli dan
ilmuwan untuk menghasilkan karya ilmiah, termasuk karya dibidang ekonomi.
Bahkan, seseorang dapat dianggap membelot dari ajaran Tuhan bila mempunyai
pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, dan hukuman mati akan
diberikan kepadanya. Pada abad kegelapan tersebut dunia Barat mengalami
kemunduran di bidang keilmuan. Di sisi lain, ditemukan bahwa abad kegelapan
yang dialami oleh dunia Barat justru berbanding terbalik dengan perkembangan
keilmuan pada dunia Timur (Islam). Pada masa tersebut adalah masa keemasan umat
Islam, yaitu banyak para ilmuwan Muslim berhasil memberikan karya-karya ilmiah
yang signifikan, salah satunya dalam perkembangan dunia ilmu ekonomi. Banyak
ilmuwan Muslim yang menulis, meneliti, dan menghasilkan teori-teori ekonomi
yang hasilnya hingga sekarang masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan
oleh penduduk yang mendiami Negara Republik Indonesia.
Beberapa
ilmuwan Muslim yang berhasil menghasilkan karya fenomenal pada teori ekonomi di
antaranya adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Rushd, Ibnu Khaldun, Al-Ghazali, dan
masih banyak lagi. Ibnu Taimiyyah, misalnya, berhasil mengeluarkan teori yang
dikenal dengan price volatility atau naik turunnya harga di
pasar. Dia menyatakan : “Penyebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya
karena ada ketidakadilan yang disebabkan oleh orang atau pihak tertentu, tetapi
juga karena panjang singkatnya masa produksi (Khalq) suatu
komoditi. Sehingga dia menghasilkan hukum permintaan dan penawaran (supply
and demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui sebagai
teori yang berasal dari dunia Barat.
Tokoh
lainnya yang berhasil memberikan kontribusi besar adalah Ibnu Rusyd. Roger E.
Backhouse (2002), menulis sebuah buku yang berjudul The Penguin History
of Economic. Ibnu Rusyd menghasilkan sebuah teori dengan memperkenalkan
fungsi keempat dari uang, yaitu alat simpan daya beli dari konsumen, yang
menekankan bahwa uang dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli
keperluan hidupnya. Sebelumnya, Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang itu
ada tiga, sebagai alat tukar, alat mengukur nilai dan sebagai cadangan untuk
konsumsi di masa depan.
Ibnu Rusyd
juga membantah teori Aristoteles tentang nilai uang, yaitu nilai uang tidak
boleh berubah-ubah. Karena itu, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang itu tidak
boleh berubah karena dua alasan. Pertama uang berfungsi
sebagai alat untuk mengukur nilai, maka sama seperti Allah SWT yang Maha
Pengukur, Dia pun tidak berubah-ubah, maka uang sebagai pengukur keadaannya
tidak boleh berubah. Kedua, uang berfungsi sebagai cadangan untuk
konsumsi masa depan, maka perubahan padanya sangatlah tidak adil. Dengan kedua
alasan tersebut, sesungguhnya nilai nominal uang itu harus sama dengan nilai
intrinsiknya.
Tokoh
selanjutnya adalah Al-Ghazali yang menyatakn bahwa kebutuhan hidup manusi itu
terdiri atas tiga, yaitu kebutuhan primer, (darruriyyah), sekunder (hajiat),
dan kebutuhan mewah (takhsiniyat). Teori hierarki kebutuhan
ini kemudian di ambil oleh William Nassau Senior yang menyatakan bahwa
kebutuhan manusia itu terdiri atas kebutuhan dasar (necessity), sekunder
(decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Al-Ghazali
juga menyatakan bahwa tujuan utama penerapan syariah adalah masalah religi atau
agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan
dengan masalah ekonomi.
Masih banyak
karya lainnya yang dihasilkan oleh para ilmuwan Muslim terhadap perkembangan
ilmu ekonomi. Hal yang menyedihkan justru teori-teori mereka diklaim berasal
dari Barat, pertama kali dihasilkan oleh seorang professor dari University of
Glasgow yang bernama Adam Smith pada bukunya And Inquiry into the Nature and
Cause of the Wealth of Nations. Buku tersebut dihasilkan pada abad ke-18 yang
bahkan isinya banyak terdapat kemiripan dengan buka Muqaddimah karya
Ibnu Khaldun yang dihasilkan beberapa abad sebelumnya. Kontribusi besar para
ilmuwan ekonomi Islam yang diuraikan di atas, dapat dijadikan acuan untuk terus
belajar dan menghasilkan karya-karya signifikan, baik dalam bidang ilmu
ekonomi, maupun ilmu lainnya sesuai dengan keahlian masing-masing, sehingga
terwujud cita-cita dari para pendiri Negara Republik Indonesia, yang di
antaranya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
T
Faktor-Faktor
Penyebab Pudarnya Penerapan Sistem Ekonomi Islam pada Masyarakat Muslim
1 Minimnya
Kebutuhan
Tahap pertama kedatangan Islam, kebutuhan masyarakat
akan pemikiran dan legalitas transaksi dalam kegiatan ekonomi belum begitu
menggelora. Hal tersebut disebabkan mekanisme kehidupan yang ada masih sangat
sederhana dan belum banyak terjadi perkembangan-perkembangan pada sektor-sektor
perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa. Keadaan tersebut juga di
dukung oleh para pelaku ekonomi yang masih kental dengan nilai ketaqwaan dan
kezuhudan serta konsistensi mereka dalam menjalankan nilai-nilai syariah dalam
kehidupan sosial (bermuamalah).
2 Stagnasi
Pemikiran
Pada
masa-masa awal renaissance Islam, banyak melahirkan
kitab-kitab tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu pengetahuan tentang elaborasi
pemikiran ekonomi Islam. Namun, di penghujung abad ke-4 Hijriah, masyarakat
Islam mengalami perpecahan sehingga menjadi beberapa komunitas masyarakat kecil
yang beragam. Kondisi perpecahan itu berdampak yang cukup besar pada kemunduran
umat Islam. Terlebih dengan runtuhnya kekhalifahan yang semakin menambah
kerapuhan peradaban Islam. Mekanisme pemerintahan dan perekonomian yang ada
setelah itu jauh dari nilai-nilai syariah. Dalam kehidupan masyarakat telah
terjadi dekadensi moral yang berdampak pada turunnya semangat keagamaan yang
diiringi dengan kecintaan terhadap kenikmatan dunia dan kekuasaan.
Distorsi
kehidupan politik dan ekonomi di masyarakat sangat mempengaruhi pemikiran
para ulama, sehingga intelektualisasi yang ada tidak mampu menjawab dinamika
kehidupan ekonomi. Pada akhirnya tradisi pemikiran dan intelektualitas dalam
mengakomodasi peroblematika kehidupan yang ada mengalami stagnasi.
3 Perang
Eksternal
Di
penghujung abad ke-4 Hijriah, penyakit wahn (cinta dunia dan
takut mati) telah meracuni masyarakat muslim. Masyarakat Muslim cenderung
menggandrungi kekuasaan dan kekayaan duniawi, sehingga menyebabkan terpecahnya
umat Islam menjadi bagian-bagian kecil komunitas masyarakat. Masing-masing
komunitas tersebut saling berselisih, berseturu dan bermusuhan. Keadaan
tersebut merupakan peluang emas nagi negara asing untuk melakukan ekspansi
daerah jajahan. Komunitas masyarakat Muslim menjadi sasaran tembak bagi kaum
salib dalam memperoleh daerah jajahannya. Invasi militer tersebut dilakukan
pada akhir abad ke-5 Hijriah, dan berhasil menguasai wilayah Syam. Dengan
adanya peperangan ini, menyebabkan terjadinya kehancuran dan kerusakan seluruh
infrastruktur kehidupan. Pada pertengahan abad ke-7 Hijriah, masyarakat Muslim
mengalami penjajahan dalam segala aspek kehidupan baik politik, sosial,
ekonomi, budaya, dan pemikiran. Hal tersebut merupakan obstacle(penghalang)
bagi perkembangan pemikiran Islam dan kehidupan ekonomi Islam.
4 Kemajuan
Industri Eropa Dan Amerika
Perkembangan
perindustrian dan teknologi di Eropa dan Amerika menstimulasi terhadap
perkembangan pemahaman ekonomi serta mekanisme dan sistem yang di terapkan
mereka. Perkembangan tersebut menyebabkan kemunduran perekonomian dan teknologi
bagi masyarakat Muslim. Perkembangan teknologi dan perekonomian dalam
masyarakat Muslim menjadi terhegemoni dengan Negara Barat. Akhirnya,
negara-negara Muslim menjadi negara dunia ketiga (Said, 2007: 26-29).
Menurut Umar
Chapra (2001) seperti yang dikutip Merza Gamal kemunduran umat Islam dimulai sejak
abad ke-12 yang ditandai dengan kemerosotan moralitas, hilangnya dinamika dalam
Islam setelah munculnya dogmatisme dan kekakuan berpikir, kemunduran dalam
aktivitas intelektual dan keilmuan, pemberontakan lokal dan perpecahan di
antara umat, peperangan dan serangan dari pihak luar, terciptanya
ketidakseimbangan keuangan dan kehilangan rasa aman terhadap kehidupan dan
kekayaan, dan faktor-faktor yang mencapai puncaknya pada abad ke-16, yaitu pada
masa Dinasti Mamluk Ciscassiyah yang penuh korupsi, sehingga mempercepat proses
kemunduran tersebut.
Kemajuan dan
kemunduran yang dialami oleh umat Islam itu bukanlah seperti sebuah garis
lurus, tetapi naik-turun dan berlangsung beberapa abad lamanya. Berbagai upaya
dan usaha telah dilakukan oleh umat Islam untuk menghentikan kemunduran itu,
namun karena sebab utama tetap ada, maka kemerosotan terus berlangsung hingga
saat ini.Faktor utama untuk menghindari kemunduran tersebut adalah kembali
kepada ajaran Islam yang sesungguhnya yang berorientasi kepada falah oriented, yaitu
menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat (Zainuddin,2008:44)
Kesimpulan
Umat Islam
harus mewujudkan keislamannya dalam segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan
ekonomi. Karena sesungguhnya, umat Islam telah memiliki sistem ekonomi
tersendiri di mana garis-garis besarnya telah digambarkan secara utuh dalam
Al-Qur’an dan A-Sunnah. Wajarlah kita sebagai umat Islam, melakukan
aktivitas-aktivitas ekonomi sesuai dengan aturan dan kaidah Islam.
Haruslah diakui perkembangan peradaban hingga saat ini sangatlah luar biasa.
Demikian pula pola kehidupan sangat lah kompleks. Sehingga umat islam pada
umumnya dan ilmuwan Muslim pada khususnya perlu sangat proaktif dalam upaya
melakukan revitalisasi konsep-konsep muamalah, melalui penggalian nilai-nilai
yang ada dalam Al-Quran dan A-Sunnah.
Daftar
Pustaka
Azwar K. Adiwarman. 2006. Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marthon S.
Said. 2007. Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta:
Zikrul.
Mardani.
2011. Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.
Muhammad A. dan Karim A. Fathi. 1980. Sistem
Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip dan Tujuannya. Terjemahan oleh Ahmad,
Abu dan Umar S. Anshori. Semarang: PT Bina Ilmu.
Nasution E. Mustafa. 2007. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.
Nawawi, Ismail. 2009. Ekonomi Islam:
Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum. Surabaya: ITS Press.
Zainudin.
2008. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.